1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kabupaten
Jember pada saat ini sudah merintis menjadi kota pendidikan. Banyak pelajar
yang sengaja datang dari luar daerah, bahkan luar pulau hanya untuk menuntut
ilmu di kabupaten Jember. Tidak sedikit pula dari mereka yang akhirnya menjadi
penduduk tetap kabupaten Jember. Hal ini sudah pasti menjadikan masyarakat
Jember sebagai masyarakat majemuk. Kemajemukan itu semakin dipicu oleh
kenyataan selalu bertemu dan berinteraksinya warga masyarakat yang satu dengan
warga masyarakat yang lain. Dalam bidang bahasa, kenyataan itu membawa akibat
semakin bervariasinya kode-kode yang dimiliiki oleh setiap anggota masyarakat.
Beruntung bangsa Indonesia memiliki bahasa pemersatu yakni bahasa Indonesia
yang membuat setiap anggota masyarakat bisa saling berkomunikasi satu sama lain
walaupun mereka memiliki bahasa daerah yang berbeda. Hal inilah yang memicu
munculnya alih kode dalam berkomunikasi. Menurut Suwito (1983:20), alih kode
adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Contohnya
penggunaan bahasa Jawa yang beralih ke bahasa Indonesia dalam satu situasi
percakapan. Gejala alih kode semacam ini timbul karena faktor komponen bahasa
yang bermacam-macam.
Peristiwa
alih kode ini sangat mudah ditemukan di lingkungan kos-kosan. Lingkungan
kos-kosan adalah salah satu tempat yang berpotensi untuk mendukung munculnya
fenomena alih kode mengingat bahwa kos-kosan terdiri dari beberapa penghuni
yang sifatnya majemuk. Contohnya di lingkungan kos-kosan mahasiswa di jalan
Kalimantan V nomor 52B Jember yang dihuni oleh beberapa orang yang berasal dari
daerah-daerah yang berbeda, mulai dari penghuni asli Jember, luar kota bahkan luar
pulau seperti pulau Madura. Biasanya ketika berkomunikasi, penghuni kos-kosan
yang berasal dari daerah yang sama atau memiliki bahasa daerah yang sama akan
cenderung menggunakan bahasa daerahnya, namun ketika ada lawan bicara lain yang
tidak menguasai bahasa daerah tersebut maka pembicara akan melakukan alih kode
dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia. Contohnya seperti percakapan berikut:
Isna : “Duwe
potlot, rek?”
Lala : “Ndag
duwe Mbak. Coba takon sing lain.”
Alvin : “Apa Mbak?”
Isna : “Kamu punya pensil, Vin?”
Alvin : “Punya”
Dalam
percakapan tersebut terlihat bahwa pada mulanya penutur menggunakan bahasa Jawa
kemudian ia beralih menggunakan bahasa Indonesia untuk mengimbangi penguasaan
bahasa mitra tutur yang berbahasa Indonesia.
Fenomena
seperti ini cukup menarik untuk dikaji karena sering sekali ditemukan dalam
konteks percakapan sehari-hari. Untuk itu, dalam tulisan ini akan dibahas wujud
alih kode yang terjadi di lingkungan kos-kosan jalan Kalimantan V nomor 52B
Jember serta faktor-faktor pemicunya.
1.2
Tujuan
Sesuai
dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka tujuan penulisan
makalah ini yaitu:
1.
Mendeskripsikan wujud alih kode yang
terjadi di lingkungan kos-kosan jalan Kalimantan V nomor 52B Jember
2.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang
memicu munculnya peristiwa laih kode tersebut
2. PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori
Dalam
bidang linguistik dikenal istilah kode. Istilah kode ini dalam konteks
kebahasaan digunakan untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarki
kebahasaan. Hierarki kebahasaan dimulai dari level paling atas disusul dengan
kode yang terdiri atas varian (bahasa Jawa dialek Banyuwangi, Surabaya, Solo,
atau bahasa Jawa halus dan kasar), gaya (gaya sopan, gaya hormat, gaya santai),
dan register (bahasa pidato, bahasa doa, bahasa lawak).
Dalam
konteks percakapan, kode dapat beralih dari varian yang satu ke varian lainnya.
Hal inilah yang dalam kajian linguistik disebut dengan alih kode (code switching). Appel (dalam Rahardi,
2001:19) mendefinisikan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa
karena berubahnya situasi. Sejalan dengan pendapat tersebut, Hymes (dalam
Rahardi, 2001:20) menyatakan bahwa alih kode adalah istilah umum untuk menyebut
pergantian atau peralihan pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi
dari satu bahasa, atau bahkan beberapa gaya dari suatu ragam. Hymes juga
membagi alih kode menjadi alih kode intern dan alih kode ekstern. Alih kode
intern (internal code switching) adalah
alih kode yang terjadi antarbahasa sendiri, misalnya terjadi antara bahasa
daerah dengan bahasa nasional, antarbahasa daerah dari satu bahasa nasional,
antardialek dalam satu bahasa daerah, atau antara beberapa ragam dan gaya yang
terdapat dalam suatu dialek. Sedangkan alih kode ekstern (external code switching) terjadi antara bahasa asli (bahasa
sendiri) dengan bahasa asing.
Banyak
hal yang menjadi faktor penyebab seseorang melakukan alih kode. Sesuai dengan pokok
persoalan sosiolinguistik yang pernah dikemukakan Fishman (dalam Rahardi,
2001:23), yaitu "siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan,
dan dengan tujuan apa" maka secara umum penyebab alih kode antara lain:
1. Penutur
Seorang
penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu
tujuan atau mengejar suatu kepentingan atau penutur hanya ingin mengubah
situasi atau sekedar ingin membangkitkan rasa humor.
2. Mitra Tutur
Mitra
tutur yang latar belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih
kode dalam wujud alih varian dan bila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan
berbeda cenderung alih kode berupa alih bahasa.
3. Hadirnya Penutur
Ketiga
Untuk
menetralisir situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya
penutur dan mitra tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaan
mereka berbeda.
4. Pokok Pembicaraan
Pokok
pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan
terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya
diungkapkan dengan ragam baku, dengan gaya netral dan serius dan pokok
pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan bahasa tak baku, gaya
sedikit emosional, dan serba seenaknya.
2.2 Wujud Alih Kode yang Terjadi di
Lingkungan Kos-kosan Jalan Kalimantan V No.52B
Fenomena
alih kode seringkali ditemukan dalam konteks percakapan, terutama dalam situasi
nonformal walaupun tidak jarang juga terjadi pada situasi formal. Berikut
adalah contoh peristiwa alih kode pada sebuah percakapan yang terjadi di
lingkungan kos-kosan jalan Kalimantan V nomor 52B Jember.
Devi : “Mbak, samean ndag magang?”
Isna : “Bar iki, aku sek males. Wingi iku sibuk
apene ono rapat Raperda.”
“Mesakne wingi mas sing jareku melu
reog iku.Lah, mosok ngomong ngene,‘Gara-gara kalian ijin, aku nggak ada yang
bantu’.
‘Ya Allah Mas, aku kan seminar’
jareku.”
Devi : “Haha… mesakne Mbak, ndag ono sing rewang.”
Isna : “Iyo. Garapanku durung mari, engko sek apene
nglanjutno rapat maneh.”
“Iling mas iku maneh..hehe. Mas iku
lucu Dev, ndek nggone aku magang kan ono internete, nah Ria koncoku iku
nge-download Korea, terus mas iku ngomong ngene ‘Korea, Korea, Korea… Lagi
nggak ada yang lain?’ Langsung ae karo Ria distel lagu Korea-ne terus
dibanterno. Nah, pas iku aku yo nyetel lagu Indonesia. Mas iku ngomong ngene
‘Bentar lagi aku mau muter lagu juga’. ‘Apa Mas? Metalan ta?’ kataku;”
“Ngerti opo sing distel? Ndelalah
Didi Kempot sing distel, sampe banter suarane, sing Korea sampe ndag krungu. Ya
ampun, dadi koyok mantenan ngono, Jawaan ngono wes…hehehehe…..”
Devi : “Haha… tibak’e Mas kuwi stress gara-gara
akeh kerjoan.
Samean mlebu jam piro, Mbak?”
Isna : “Sejane jam pitu tapi sek males. Marine yo
sek apel.”
Alvin : “Apel
Mbak? Ada apelnya?”
Isna : “Iya…
Apelnya hari Senin sama hari Jumat.”
Alvin : “Haha…
Kembali ke masa SMA, mbak Isna mau upacara.”
Isna : “Iya.
Masa’ tiap apel aku telat. Malue… Nggak sempat naruh tas
jadinya tasku ditaruh di bawah
pohon…hehehe”
“Aku lho kadang nggak paham
apa yang diomongin di apel itu. Aku ngertinya
Cuma waktu doa aja…hehe”
“Ya udah aku mau mandi, udah
jam berapa ini…”
Dari
data tersebut terlihat bahwa pada mulanya penutur dan mitra tutur pertama (Isna
dan Devi) menggunakan bahasa Jawa. Namun, setelah muncul mitra tutur lain
(Alvin) penutur menggunakan bahasa Indonesia. Jadi, dapat dikatakan bahwa dalam
percakapan tersebut terjadi peristiwa alih kode.
Cuplikan
percakapan tersebut juga memperlihatkan bahwa alih kode yang terjadi adalah
penggantian kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia yang dilakukan oleh
penutur (Isna). Dari awal percakapan, penutur menggunakan bahasa Jawa ragam
Ngoko tanpa disertai variasi tingkat tutur yang lain dan ketika mitra tutur
kedua (Alvin) muncul, penutur beralih kode ke dalam bahasa Indonesia. Dengan
demikian, wujud alih kode dalam percakapan tersebut adalah alih bahasa (bahasa
Jawa dan bahasa Indonesia) dengan arah alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa
Indonesia.
2.3 Faktor-faktor yang Memicu
Munculnya Peristiwa Alih Kode Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia yang Terjadi di
Kos-kosan Jalan Kalimantan No.52B Jember
Penutur
dan mitra tutur (Isna dan Devi) memiliki
kesamaan bahasa daerah atau bahasa ibu yakni bahasa Jawa. Oleh karena itu sejak
awal percakapan, penutur dan mitra tutur selalu menggunakan bahasa Jawa. Namun,
ketika orang ketiga atau mitra tutur kedua (Alvin) muncul, penutur beralih kode
ke dalam bahasa Indonesia. Jadi, dapat dikatakan bahwa penutur melakukan alih
kode karena munculnya orang ketiga.
Orang
ketiga atau mitra tutur kedua (Alvin) selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam
tuturannya sehingga penutur berusaha mengimbangi penggunaan bahasa mitra
tuturnya tersebut untuk menetralisir situasi sekaligus menghormati mitra tutur
kedua. Selain itu, mitra tutur juga sama sekali tidak menguasai bahasa Jawa karena
berasal dari daerah yang berbeda maka untuk memperlancar komunikasi antara
penutur dan mitra tutur ini, penutur beralih menggunakan bahasa pemersatu atau
bahasa nasional, yakni bahasa Indonesia.
Dari
uraian tersebut dapat dikatakan bahwa penutur melakukan alih kode dari bahasa
Jawa ke bahasa Indonesia karena hadirnya orang ketiga yang memiliki latar
belakang kebahasaan yang berbeda.
3. KESIMPULAN
Fenomena
alih kode dapat ditemukan di lingkungan bilingualis, contohnya di lingkungan kos-kosan
jalan Kalimantan V nomor 52B Jember. Di lingkungan kos-kosan tersebut ditemukan
alih kode berwujud alih bahasa dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Alih kode
tersebut terjadi ketika hadir orang ketiga yang memiliki latar belakang
kebahasaan yang berbeda, mengingat penghuni di kos-kosan tersebut berasal dari
daerah yang berbeda. Dengan demikian, alih kode yang terjadi tersebut dapat
berfungsi sebagai alat untuk memperlancar komunikasi antara penutur dan mitra
tutur yang memiliki latar belakang kebahasaan yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Rahardi, Kunjana. 2001. Sosiolinguistik, Kode dan Alih Kode. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik, Teori dan Problema. Surakarta:
Henary Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar