Halaman

Label

Selasa, 08 Mei 2012

Makalah Alih Kode


1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Jember pada saat ini sudah merintis menjadi kota pendidikan. Banyak pelajar yang sengaja datang dari luar daerah, bahkan luar pulau hanya untuk menuntut ilmu di kabupaten Jember. Tidak sedikit pula dari mereka yang akhirnya menjadi penduduk tetap kabupaten Jember. Hal ini sudah pasti menjadikan masyarakat Jember sebagai masyarakat majemuk. Kemajemukan itu semakin dipicu oleh kenyataan selalu bertemu dan berinteraksinya warga masyarakat yang satu dengan warga masyarakat yang lain. Dalam bidang bahasa, kenyataan itu membawa akibat semakin bervariasinya kode-kode yang dimiliiki oleh setiap anggota masyarakat. Beruntung bangsa Indonesia memiliki bahasa pemersatu yakni bahasa Indonesia yang membuat setiap anggota masyarakat bisa saling berkomunikasi satu sama lain walaupun mereka memiliki bahasa daerah yang berbeda. Hal inilah yang memicu munculnya alih kode dalam berkomunikasi. Menurut Suwito (1983:20), alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Contohnya penggunaan bahasa Jawa yang beralih ke bahasa Indonesia dalam satu situasi percakapan. Gejala alih kode semacam ini timbul karena faktor komponen bahasa yang bermacam-macam.

Peristiwa alih kode ini sangat mudah ditemukan di lingkungan kos-kosan. Lingkungan kos-kosan adalah salah satu tempat yang berpotensi untuk mendukung munculnya fenomena alih kode mengingat bahwa kos-kosan terdiri dari beberapa penghuni yang sifatnya majemuk. Contohnya di lingkungan kos-kosan mahasiswa di jalan Kalimantan V nomor 52B Jember yang dihuni oleh beberapa orang yang berasal dari daerah-daerah yang berbeda, mulai dari penghuni asli Jember, luar kota bahkan luar pulau seperti pulau Madura. Biasanya ketika berkomunikasi, penghuni kos-kosan yang berasal dari daerah yang sama atau memiliki bahasa daerah yang sama akan cenderung menggunakan bahasa daerahnya, namun ketika ada lawan bicara lain yang tidak menguasai bahasa daerah tersebut maka pembicara akan melakukan alih kode dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia. Contohnya seperti percakapan berikut:
Isna     : “Duwe potlot, rek?
Lala     : “Ndag duwe Mbak. Coba takon sing lain.
Alvin   : “Apa Mbak?”
Isna     : “Kamu punya pensil, Vin?”
Alvin   : “Punya”
Dalam percakapan tersebut terlihat bahwa pada mulanya penutur menggunakan bahasa Jawa kemudian ia beralih menggunakan bahasa Indonesia untuk mengimbangi penguasaan bahasa mitra tutur yang berbahasa Indonesia.
Fenomena seperti ini cukup menarik untuk dikaji karena sering sekali ditemukan dalam konteks percakapan sehari-hari. Untuk itu, dalam tulisan ini akan dibahas wujud alih kode yang terjadi di lingkungan kos-kosan jalan Kalimantan V nomor 52B Jember serta faktor-faktor pemicunya.

1.2  Tujuan
Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1.            Mendeskripsikan wujud alih kode yang terjadi di lingkungan kos-kosan jalan Kalimantan V nomor 52B Jember
2.            Mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu munculnya peristiwa laih kode tersebut




2. PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori
Dalam bidang linguistik dikenal istilah kode. Istilah kode ini dalam konteks kebahasaan digunakan untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan. Hierarki kebahasaan dimulai dari level paling atas disusul dengan kode yang terdiri atas varian (bahasa Jawa dialek Banyuwangi, Surabaya, Solo, atau bahasa Jawa halus dan kasar), gaya (gaya sopan, gaya hormat, gaya santai), dan register (bahasa pidato, bahasa doa, bahasa lawak).
Dalam konteks percakapan, kode dapat beralih dari varian yang satu ke varian lainnya. Hal inilah yang dalam kajian linguistik disebut dengan alih kode (code switching). Appel (dalam Rahardi, 2001:19) mendefinisikan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Sejalan dengan pendapat tersebut, Hymes (dalam Rahardi, 2001:20) menyatakan bahwa alih kode adalah istilah umum untuk menyebut pergantian atau peralihan pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa, atau bahkan beberapa gaya dari suatu ragam. Hymes juga membagi alih kode menjadi alih kode intern dan alih kode ekstern. Alih kode intern (internal code switching) adalah alih kode yang terjadi antarbahasa sendiri, misalnya terjadi antara bahasa daerah dengan bahasa nasional, antarbahasa daerah dari satu bahasa nasional, antardialek dalam satu bahasa daerah, atau antara beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam suatu dialek. Sedangkan alih kode ekstern (external code switching) terjadi antara bahasa asli (bahasa sendiri) dengan bahasa asing.
Banyak hal yang menjadi faktor penyebab seseorang melakukan alih kode. Sesuai dengan pokok persoalan sosiolinguistik yang pernah dikemukakan Fishman (dalam Rahardi, 2001:23), yaitu "siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa" maka secara umum penyebab alih kode antara lain:


1. Penutur
Seorang penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan atau mengejar suatu kepentingan atau penutur hanya ingin mengubah situasi atau sekedar ingin membangkitkan rasa humor.
2. Mitra Tutur
Mitra tutur yang latar belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian dan bila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung alih kode berupa alih bahasa.
3. Hadirnya Penutur Ketiga
Untuk menetralisir situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaan mereka berbeda.
4. Pokok Pembicaraan
Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku, dengan gaya netral dan serius dan pokok pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan bahasa tak baku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.

2.2 Wujud Alih Kode yang Terjadi di Lingkungan Kos-kosan Jalan Kalimantan V No.52B
Fenomena alih kode seringkali ditemukan dalam konteks percakapan, terutama dalam situasi nonformal walaupun tidak jarang juga terjadi pada situasi formal. Berikut adalah contoh peristiwa alih kode pada sebuah percakapan yang terjadi di lingkungan kos-kosan jalan Kalimantan V nomor 52B Jember.
Devi    :  Mbak, samean ndag magang?”
Isna     : “Bar iki, aku sek males. Wingi iku sibuk apene ono rapat Raperda.”
“Mesakne wingi mas sing jareku melu reog iku.Lah, mosok ngomong ngene,‘Gara-gara kalian ijin, aku nggak ada yang bantu’.
               ‘Ya Allah Mas, aku kan seminar’ jareku.”
Devi    :  “Haha… mesakne Mbak, ndag ono sing rewang.”
Isna     :  “Iyo. Garapanku durung mari, engko sek apene nglanjutno rapat maneh.”
“Iling mas iku maneh..hehe. Mas iku lucu Dev, ndek nggone aku magang kan ono internete, nah Ria koncoku iku nge-download Korea, terus mas iku ngomong ngene ‘Korea, Korea, Korea… Lagi nggak ada yang lain?’ Langsung ae karo Ria distel lagu Korea-ne terus dibanterno. Nah, pas iku aku yo nyetel lagu Indonesia. Mas iku ngomong ngene ‘Bentar lagi aku mau muter lagu juga’. ‘Apa Mas? Metalan ta?’ kataku;”
“Ngerti opo sing distel? Ndelalah Didi Kempot sing distel, sampe banter suarane, sing Korea sampe ndag krungu. Ya ampun, dadi koyok mantenan ngono, Jawaan ngono wes…hehehehe…..”
Devi    :  “Haha… tibak’e Mas kuwi stress gara-gara akeh kerjoan.
               Samean mlebu jam piro, Mbak?”
Isna     :  “Sejane jam pitu tapi sek males. Marine yo sek apel.”
Alvin   :  “Apel Mbak? Ada apelnya?”
Isna     :  “Iya… Apelnya hari Senin sama hari Jumat.”
Alvin   :  “Haha… Kembali ke masa SMA, mbak Isna mau upacara.”
Isna     :  “Iya. Masa’ tiap apel aku telat. MalueNggak sempat naruh tas jadinya tasku ditaruh di bawah pohon…hehehe”
               “Aku lho kadang nggak paham apa yang diomongin di apel itu. Aku ngertinya Cuma waktu doa aja…hehe”
               “Ya udah aku mau mandi, udah jam berapa ini…”
Dari data tersebut terlihat bahwa pada mulanya penutur dan mitra tutur pertama (Isna dan Devi) menggunakan bahasa Jawa. Namun, setelah muncul mitra tutur lain (Alvin) penutur menggunakan bahasa Indonesia. Jadi, dapat dikatakan bahwa dalam percakapan tersebut terjadi peristiwa alih kode.
Cuplikan percakapan tersebut juga memperlihatkan bahwa alih kode yang terjadi adalah penggantian kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penutur (Isna). Dari awal percakapan, penutur menggunakan bahasa Jawa ragam Ngoko tanpa disertai variasi tingkat tutur yang lain dan ketika mitra tutur kedua (Alvin) muncul, penutur beralih kode ke dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, wujud alih kode dalam percakapan tersebut adalah alih bahasa (bahasa Jawa dan bahasa Indonesia) dengan arah alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia.

2.3 Faktor-faktor yang Memicu Munculnya Peristiwa Alih Kode Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia yang Terjadi di Kos-kosan Jalan Kalimantan No.52B Jember
Penutur dan mitra tutur  (Isna dan Devi) memiliki kesamaan bahasa daerah atau bahasa ibu yakni bahasa Jawa. Oleh karena itu sejak awal percakapan, penutur dan mitra tutur selalu menggunakan bahasa Jawa. Namun, ketika orang ketiga atau mitra tutur kedua (Alvin) muncul, penutur beralih kode ke dalam bahasa Indonesia. Jadi, dapat dikatakan bahwa penutur melakukan alih kode karena munculnya orang ketiga.
Orang ketiga atau mitra tutur kedua (Alvin) selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam tuturannya sehingga penutur berusaha mengimbangi penggunaan bahasa mitra tuturnya tersebut untuk menetralisir situasi sekaligus menghormati mitra tutur kedua. Selain itu, mitra tutur juga sama sekali tidak menguasai bahasa Jawa karena berasal dari daerah yang berbeda maka untuk memperlancar komunikasi antara penutur dan mitra tutur ini, penutur beralih menggunakan bahasa pemersatu atau bahasa nasional, yakni bahasa Indonesia.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa penutur melakukan alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia karena hadirnya orang ketiga yang memiliki latar belakang kebahasaan yang berbeda.


3. KESIMPULAN
Fenomena alih kode dapat ditemukan di lingkungan bilingualis, contohnya di lingkungan kos-kosan jalan Kalimantan V nomor 52B Jember. Di lingkungan kos-kosan tersebut ditemukan alih kode berwujud alih bahasa dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Alih kode tersebut terjadi ketika hadir orang ketiga yang memiliki latar belakang kebahasaan yang berbeda, mengingat penghuni di kos-kosan tersebut berasal dari daerah yang berbeda. Dengan demikian, alih kode yang terjadi tersebut dapat berfungsi sebagai alat untuk memperlancar komunikasi antara penutur dan mitra tutur yang memiliki latar belakang kebahasaan yang berbeda.


DAFTAR PUSTAKA

Rahardi, Kunjana. 2001. Sosiolinguistik, Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik, Teori dan Problema. Surakarta: Henary Offset.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar